Shadow of the Colossus, game yang di rilis oleh Sony Computer Entertainment pada tahun 2005 untuk Playstation 2, bukanlah game biasa. Bukan hanya karena grafisnya yang menawan untuk masa itu, atau cerita yang penuh teka-teki, tapi karena emosi yang berhasil dihantarkannya ke hati pemain. Shadow of the Colossus adalah sebuah simfoni kesedihan, kehilangan, dan penebusan.
Sebuah Perjalanan Melalui Kesunyian Shadow of the Colossus:
Game ini menceritakan kisah Wander, seorang pemuda yang bersedia melakukan apa saja untuk menghidupkan kembali seorang gadis bernama Mono, yang ia cintai. Dengan membawa tubuh Mono yang tak bernyawa, Wander tiba di sebuah negeri terpencil, yang terselimuti kesunyian. Di sanalah ia bertemu dengan roh jahat yang menjanjikannya kehidupan kembali bagi Mono jika Wander berhasil membunuh 16 colossus, makhluk raksasa yang mengancam keberadaan negeri itu.
Kesunyian terasa nyata di dunia Shadows of the Colossuss. Wander, yang hanya berteman oleh kudanya, Agro, harus menjelajahi tanah lapang dan padang pasir yang kosong. Kesunyian ini menciptakan suasana yang mistis dan mendalam, menghantarkan pemain ke dalam emosi Wander.
Pertemuan dengan Raksasa:
Setiap pertemuan dengan colossus menjadi puncak emosional dalam perjalanan Wander. Colossus bukanlah musuh biasa; mereka adalah makhluk agung, penuh misteri dan kesedihan. Mereka bukanlah monster yang mengerikan yang ingin terbunuh, tapi makhluk yang mencari perdamaian dan kebebasan dari kutukan yang menjerat mereka.
Saat Wander berusaha menemukan titik lemah colossus untuk menyerang, sebuah pertanyaan muncul: Apakah Wander betul-betul bersedia mengorbankan colossus, makhluk yang sebenarnya tak berdosa, demi keselamatan dunia?
Melampaui Batas Moral Shadow of the Colossus:
Shadows of the Colossuss merupakan penjelajahan moral yang dalam. Wander terpaksa menghadapi pertanyaan mendasar tentang kebenaran, kejahatan, dan pengorbanan. Apakah penebusan dapat mencapai dengan mengorbankan kebenaran? Apakah kebenaran harus dikorbankan demi cinta?
Pertanyaan-pertanyaan ini tak berhenti menyerang pikiran pemain sepanjang perjalanan Wander. Perjuangan Wander bukanlah perjuangan melawan kejahatan yang jelas, melainkan perjuangan melawan konsep moral yang membingungkan.
The Power of Sacrifice:
Pembacaan akhir dari Shadows of the Colossus adalah tentang kekuatan pengorbanan. Ketika Wander akhirnya mengalahkan semua colossus, ia berhadapan pada konsekuensi dari aksi-aksi yang telah dia lakukan. Mono, yang hidup kembali, tak lagi mengenalnya. Wander yang tak memiliki sesuatu lagi, menyerahkan diri pada kehancuran, bersama dengan colossus yang terakhir.
Pengorbanan Wander adalah buktinya bahwa cinta dapat mengalahkan segalanya. Ia mengorbankan segalanya: kehidupannya, harapannya, dan hubungannya dengan Mono, demi cinta yang tak bersyarat.
Sebuah Pesan Universal:
Shadow of the Colossus juga bukanlah hanya sebuah game, tapi sebuah refleksi tentang kehidupan dan kemanusiaan. Game ini mengajarkan kita tentang nilai pengorbanan, kekuatan cinta, dan kemanusiaan yang kadang tak terlihat di balik kekejaman dunia.
Shadow of the Colossus juga adalah game yang menghantarkan pemain ke dunia yang mistis dan mendalam. Ia adalah game yang mengusik pikiran dan emosi, membuat pemain merenungkan kebenaran dan kejahatan, serta kekuatan cinta yang tak terbatas.
Baca Juga : Melejit ke Puncak: Panduan Crash Team Racing untuk Pecandu Kecepatan